Di tengah hiruk-pikuk dunia kerja modern, fenomena pria workaholic semakin menjadi perhatian dalam diskusi sosial dan psikologis. Istilah “workaholic” merujuk pada individu yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja, sering kali melebihi batas waktu kerja normal dan mengabaikan aspek-aspek lain dalam kehidupan seperti kesehatan, keluarga, hingga relasi sosial. Pemandangan pria yang sibuk bekerja dari pagi hingga malam bukan lagi hal asing, terutama di kota-kota besar. Namun, fenomena ini mengundang pertanyaan penting: apakah menjadi workaholic selalu memberikan manfaat, atau justru membawa dampak negatif jangka panjang?
Sisi Positif Dedikasi Tinggi dan Produktivitas Optimal
Salah satu sisi positif dari pria workaholic adalah dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaan. Mereka dikenal memiliki komitmen yang kuat, integritas dalam menyelesaikan tanggung jawab, serta konsistensi dalam mencapai target. Pria dengan pola kerja seperti ini cenderung cepat memperoleh posisi penting dalam perusahaan, mendapatkan pengakuan profesional, serta peningkatan penghasilan secara signifikan. Mengutip laporan dari IDN Times, tipe workaholic cenderung lebih mementingkan kemajuan karier dibandingkan hal-hal lain di luar pekerjaan. Mereka memiliki motivasi intrinsik yang kuat, tidak perlu didorong oleh orang lain untuk bergerak atau bertanggung jawab. Motivasi ini muncul dari kesadaran pribadi untuk berkembang dan mencapai tujuan hidup, terutama dalam bidang profesional.
Banyak dari mereka yang mampu menyusun rencana karier dengan matang, mengejar target secara konsisten, dan mengatur waktu dengan efisien. Bahkan, ketika memiliki pekerjaan sampingan atau bisnis pribadi, pria workaholic tetap dapat menjaga fokus dan mengatur energi agar semua aktivitas berjalan lancar.Produktivitas tinggi juga menjadi ciri khas dari pria dengan gaya hidup ini. Dalam sebuah tim kerja, mereka kerap menjadi figur andalan untuk menyelesaikan proyek-proyek penting, terutama dengan tenggat waktu yang ketat. Efisiensi kerja dan kemampuannya dalam memprioritaskan tugas membuat mereka sangat berharga di lingkungan kerja yang kompetitif.

Sisi Negatif Risiko Kesehatan dan Kehidupan Sosial yang Terancam
Namun di balik dedikasi tersebut, terdapat konsekuensi serius yang tidak bisa diabaikan. Pria workaholic berisiko tinggi mengalami berbagai gangguan kesehatan akibat tekanan kerja yang terus-menerus dan kurangnya waktu istirahat yang cukup. Masalah kesehatan yang umum dialami antara lain migrain, nyeri otot, gangguan tidur, gangguan pencernaan, bahkan potensi penyakit jantung. Dalam artikel yang dimuat oleh Good Doctor, dijelaskan bahwa pria dengan gaya hidup workaholic rentan mengalami migrain atau sakit kepala yang muncul secara bertahap dan berlangsung lama. Gangguan ini dapat terjadi akibat beban pikiran yang berat, kurang tidur, serta pola makan yang tidak teratur akibat ritme kerja yang padat.
Selain itu, risiko kelelahan mental atau burnout juga menjadi ancaman nyata. Burnout adalah kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik yang disebabkan oleh stres berkepanjangan di tempat kerja. Ketika seorang pria mencapai titik ini, performa kerjanya justru menurun drastis, semangat kerja menghilang, dan bahkan bisa menimbulkan gangguan psikologis yang lebih serius seperti depresi atau kecemasan.Tak hanya berdampak pada diri sendiri, pria workaholic juga kerap mengalami ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial.
Baca Juga: Suntik Hormon Testosteron, Kejantanan atau Ancaman Kesehatan?
Waktu bersama keluarga dan orang terdekat berkurang drastis karena waktu dan energi hampir seluruhnya tercurah untuk pekerjaan. Akibatnya, hubungan dengan pasangan, anak, hingga pergaulan sosial dapat terganggu dan menciptakan jarak emosional. Banyak kasus menunjukkan bahwa individu yang terlalu terfokus pada pekerjaan sulit membina hubungan yang harmonis karena kurangnya komunikasi dan perhatian. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu konflik rumah tangga, perasaan kesepian, hingga penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.
Mencari Keseimbangan Solusi untuk Pria Workaholic
Fenomena workaholic tidak dapat dipisahkan dari tuntutan dunia kerja yang kompetitif, tetapi penting untuk menyadari bahwa keberhasilan sejati juga mencakup aspek kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial yang seimbang. Oleh karena itu, langkah preventif dan solusi jangka panjang harus diupayakan, baik oleh individu maupun perusahaan.Beberapa perusahaan mulai menerapkan kebijakan yang lebih peduli terhadap kesejahteraan karyawan, seperti fleksibilitas waktu kerja, opsi kerja jarak jauh, hingga program kesehatan mental dan fisik yang terintegrasi.
Dukungan seperti ini diharapkan mampu membantu karyawan, terutama pria, dalam mengatur ulang prioritas dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.Di sisi lain, individu juga harus memiliki kesadaran dan disiplin untuk membatasi waktu kerja, mengambil jeda saat dibutuhkan, dan menyediakan waktu berkualitas untuk diri sendiri maupun keluarga. Mengatur jadwal dengan bijak, menerapkan teknik manajemen stres, hingga mengikuti aktivitas relaksasi bisa menjadi langkah penting untuk menjaga keseimbangan hidup.
Kesimpulan
Pria workaholic memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Di satu sisi, mereka mencerminkan semangat, dedikasi, dan produktivitas yang tinggi. Namun di sisi lain, gaya hidup ini menyimpan risiko besar terhadap kesehatan dan hubungan sosial. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memahami batasannya, serta bagi perusahaan untuk menciptakan ekosistem kerja yang mendukung keseimbangan dan kesehatan jangka panjang. Dengan kesadaran dan langkah yang tepat, pria workaholic tetap dapat meraih pencapaian profesional tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Penulis: Defani Yusanto/Mascoolin.
Editer: Defani Yusanto/Mascoolin.
Tinggalkan Balasan