Tangkal FOMO dengan JOMO, Solusi hidup Tenang dan Bahagia.



Fomo menjadi fenomena umum yang dialami banyak orang. Fomo (Fear of Missing Out) adalah perasaan cemas ketika merasa tertinggal dari momen, pengalaman, atau peluang yang mungkin dianggap berharga. Setiap scroll di media sosial memunculkan bayangan tentang hidup orang lain yang tampak lebih menarik. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, muncul sebuah alternatif yang menenangkan: The Joy of Missing Out (Jomo).

Mengapa Jomo Relevan Saat Ini?

Kumpulan anak muda yang berkumpul menggiati suatu hobi kekinian. (Defani Yusanto/Mascoolin.id).

Kemajuan teknologi yang mempermudah koneksi justru sering kali menciptakan kecemasan. Media sosial tidak hanya menjadi tempat berbagi, tetapi juga panggung untuk menampilkan versi terbaik dari hidup seseorang. Menurut saya hal ini memicu tekanan bagi banyak orang untuk terus terlihat produktif, bersenang-senang, atau sukses. Sikap Fomo memang sering dianggap negatif, namun Fear of Missing Out (fomo) juga memiliki sisi positif, terutama jika dikelola dengan bijak.sikap tersebut dapat meningkatkan kesadaran terhadap peluang baru, baik dalam pekerjaan, hubungan, maupun pengembangan diri, dengan membuat seseorang lebih peka terhadap tren dan inovasi. 

Dalam kehidupan sosial, Fomo sering menjadi pemicu untuk lebih aktif dalam, memperluas jaringan, dan memperkuat hubungan dengan orang lain. Selain itu, rasa takut tertinggal bisa mendorong seseorang keluar dari zona nyaman untuk mencoba hal-hal baru, seperti hobi, perjalanan, atau pengalaman unik yang memperkaya hidup. Tak hanya itu menurut saya dalam dunia profesional juga, Fomo dapat memacu produktivitas dan inovasi, mendorong individu atau organisasi untuk tetap relevan dan kompetitif. Lebih jauh, melihat apa yang dilakukan orang lain bisa menginspirasi ide-ide segar sekaligus meningkatkan empati dan pemahaman terhadap perspektif yang beragam. Kesimpulan positif dalam sifat Fomo ini dapat menjadi refleksi diri yang bermanfaat, memotivasi seseorang untuk mengevaluasi ulang prioritas dan tujuan hidup mereka. Ketika dikelola dengan sehat, Fomo bukanlah sesuatu yang merugikan, melainkan alat yang memicu pertumbuhan pribadi dan sosial.

Akan tetapi sisi negatif dari sifat Fomo sangat mendominasi menurut saya apalagi dalam interaksi sosial. Fomo juga saat ini memiliki sisi negatif yang signifikan, seperti meningkatkan kecemasan, mengurangi kepuasan hidup, menimbulkan perasaan tidak cukup baik, mengganggu produktivitas, dan merusak kesehatan mental. hal yang cukup meredam menurut saya dalam mengatasi dominasi Fomo adalah  The Joy of Missing Out atau Jomo menawarkan solusi dengan mengurangi ketergantungan pada media sosial, menikmati momen saat ini, dan fokus pada prioritas pribadi. Jomo juga mendorong hubungan otentik, melatih rasa syukur, serta mengajarkan bahwa tidak selalu harus terlibat dalam setiap tren atau kegiatan. Dengan mempraktikkan Jomo, seseorang dapat menjalani hidup yang lebih tenang, bahagia, dan bermakna tanpa tekanan sosial yang berlebihan.

Baca Juga : Cowok Gen-Z Kebanyakan Bertato, Style atau Fomo?

Jomo hadir sebagai respons atas dominasi Fomo, menawarkan solusi berupa kebahagiaan dalam ketenangan. Jomo sendiri merupakan seni menikmati momen-momen kecil dalam hidup tanpa merasa harus membandingkan diri dengan orang lain. Menurut Keshav Rana dalam artikelnya di Medium “Konsep Jomo berakar pada gerakan minimalis dan mindfulness. Ketika orang-orang mulai menyadari bahwa terus-menerus mengejar sesuatu yang lebih baik, baik itu pengalaman, harta benda, atau status sosial tidak membawa kebahagiaan bagi mereka, mereka mulai mencari cara untuk menyederhanakan hidup mereka. berbanding terbalik dengan sifat Fomo, Jomo adalah perpanjangan alami dari pola pikir ini. Alih-alih merasa tertekan untuk menghadiri setiap acara atau terus-menerus “aktif”, orang-orang mulai menerima gagasan ketinggalan sebagai cara untuk mendapatkan kembali waktu dan energi mental mereka.

Manfaat Jomo untuk Kesehatan Mental

Jomo memiliki banyak manfaat untuk kesehatan mental, terutama di tengah tekanan sosial yang terus meningkat. Dengan mempraktikkan Jomo, seseorang dapat mengurangi stres dan kecemasan akibat kebutuhan untuk selalu terhubung atau mengikuti tren. Fokus pada momen saat ini membantu meningkatkan kesadaran diri dan memberikan ruang untuk refleksi, yang penting bagi keseimbangan emosional. Selain itu, Jomo memungkinkan seseorang menikmati waktu sendiri tanpa rasa bersalah, sehingga energi mental dapat diisi ulang. Dengan memilih apa yang benar-benar penting bagi diri sendiri, Jomo membantu mengurangi perbandingan sosial yang seringkali memicu rasa rendah diri. Akhirnya, Jomo memperkuat rasa syukur atas hal-hal sederhana dalam hidup, menciptakan kebahagiaan yang lebih autentik dan stabil secara emosional.

Langkah untuk Memulai sifat Jomo

Di tengah arus informasi yang semakin deras dan tekanan media sosial untuk terus mengikuti tren, Fomo (Fear of Missing Out) menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menjaga ketenangan batin. Banyak dari kita merasa cemas ketika melihat orang lain tampak lebih sukses, bahagia, atau aktif, hingga lupa bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada apa yang orang lain lakukan. Dalam kondisi ini, Jomo (Joy of Missing Out) hadir sebagai solusi yang menawarkan ketenangan dan kebahagiaan dengan cara yang lebih bermakna.  Untuk mengatasi Fomo, langkah pertama adalah menyadari bahwa tidak semua hal penting untuk diikuti. Kita perlu memahami sumber kecemasan ini dan menerima bahwa waktu kita terbatas.

Fokuslah pada hal-hal yang benar-benar memiliki arti, bukan sekadar memenuhi ekspektasi sosial. Dengan demikian, kita dapat mulai memprioritaskan kebahagiaan pribadi melalui mindfulness, refleksi, dan menghargai momen saat ini.  Langkah berikutnya adalah mengendalikan konsumsi media sosial. Jangan biarkan layar kecil di tangan Anda mengatur emosi dan pikiran. Batasi waktu penggunaan media sosial, berhenti mengikuti akun yang memicu kecemasan, dan saring informasi agar hanya hal-hal yang bermanfaat yang masuk ke dalam hidup Anda. Alih-alih tergoda untuk selalu membandingkan diri, temukan kebahagiaan dalam aktivitas sederhana, seperti membaca buku, berjalan-jalan, atau sekadar menikmati waktu tanpa gangguan teknologi.  

Jomo juga mengajarkan kita untuk fokus pada tujuan jangka panjang dan hubungan yang lebih otentik. Alihkan perhatian dari tren sesaat yang sering kali memecah fokus, dan jadikan visi pribadi Anda sebagai kompas dalam menjalani hidup. Bangun hubungan yang tulus dengan orang-orang terdekat melalui interaksi langsung, bukan sekadar melalui layar.  Pada akhirnya, Jomo bukan hanya tentang kehilangan sesuatu, melainkan tentang memilih untuk hidup lebih bijak, lebih tenang, dan lebih selaras dengan diri sendiri. Dengan mengadopsi Jomo, kita tidak lagi merasa tertinggal oleh dunia, melainkan menjadi lebih hadir untuk menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya. Saat kita berhenti mengejar apa yang orang lain lakukan, barulah kita dapat menemukan makna sejati dalam hidup yang kita jalani.

Penulis: Defani Yusanto 

Editor: Defani Yusanto